Identitas Buku Judul: Aleph Penulis: Paulo Coelho Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama Tahun Terbit: 2013 Jumlah halaman: 302 halaman. Cerita Singkat Sudut pandang tokoh utama ada penulis sendiri. Di sini penulis menceritakan pengelamannya melakukan perjalanan sejauh 9.288 km, yakni perjalanan melaui jalur kereta api Trans-Siberia, dari Moscow menuju Vladivostok. Penulis melakukan perjalanan bersama orang-orang yang bekerja dengan dirinya penerbit dan editor. Selain itu, ia juga mengajak orang lain yang ia kenal baru saja saat memulia perjalanan tersebut. Sebetulnya perjalanan ini telah dilakukan penulis sebelumnya. Namun, ia melakukan lagi dengan misi untuk menemukan aleph, energi dari kerajaannya sendiri. Di sini penulis menceritakan tempat-tempat yang pernah ia kunjungi, orang-orang yang pernah ia temui dan kenali, hingga pengalaman-pengalaman baik pahit maupun menyenangkan yang ia alami. Hal ini semua ia lakukan untuk menemukan aleph. Keunggulan Novel Penulis benar-benar...
Teachers rock the world!
(Guru mengguncang dunia)
Saat ini, Negara mana yang memiliki
pendidikan yang canggih?
Oke, sebut saja Norwegia, Finlandia,
Amerika, Jepang, dan mungkin masih banyak lagi Negara-negara lain yang lebih
maju dari Indonesia…
Yaa…mau bagaimana lagi ya? Banyak di
internet-internet, berita-berita sosmed maupun elektrik yang menyatakan bahwa peringkat
pendidikan Indonesia ada di urutan 57 dunia versi OECD (http://edupost.id/internasional/pendidikan-indonesia-berada-di-peringkat-ke-57-dunia-versi-oecd/) dan di urutan ke 69 dunia versi BBC
(http://www.bbc.com/indonesia/majalah/2015/05/150513_majalah_asia_sekolah_terbaik).
Urutan terbaik ini dilihat dari
kemampuan membaca, matematika, dan Ilmu Pengetahuan Alam dari tiap siswa berusia
15 tahun berkaitan dengan Program For International Assesment (PISA).
Nah, sekarang, apa sih yang dilakukan
para pendidik di Negara-negara maju tersebut untuk mencapai peringkat demikian?
Perlu diketahui juga, bahwa Singapura
sebagai Negara peringkat pertama pendidikan dunia pernah mengalami tingkat buta
huruf tinggi di tahun 1960an.
Tercapainya peringkat pendidikan yang
diakui dunia tidak bisa diraih tanpa adanya kerjasama pemerintah negera
tersebut dengan para tenaga pendidiknya.
Pemerintah Finlandia memberlakukan
bahwa setiap anak mulai mendapat pendidikan formal setingkat SD di usia 7
tahun. Mereka tidak memperkenankan anak-anak dibawah usia tersebut untuk
mengemban pendidikan formal. Anak bersekolah selama 5 jam sehari, dengan setiap
45 menit belajar, anak diberi waktu istirahat 15 menit. Di waktu istirahat
tersebut, anak belajar bersosialisasi dengan teman kelasnya atau teman
sekolahnya, guru pun dapat kesempatan yang sama. Anak mengalami ujian
terstandar diusia 16 tahun. Pada usia ini anak diberlakukan seperti orang yang
berkuliah, memilih pelajaran yang diminatinya.
Pemerintah Jepang memberikan
kurikulum pendidikan yang tidak mewajibkan anak ikut ujian hingga kelas 4 (usia
10 tahun). Pemerintah Jepang merancang kurikulumnya di tiga tahun pertama
tentang pengembangan sikap baik, kasih sayang, menghormati orang lain,
keberanian, keadilan, dan pengendalian diri. Selain itu juga melatih kerjasama
atau bekerja dalam tim, serta menghargai hasil karya sendiri, dan orang lain.
Sehingga kegiatan membersihkan ruangan kelas, toilet, dan fasilitas sekolah
lainnya termasuk dalam kurikulumnya.
Pemerintah Singapura menerapkan tujuan pendidikan untuk memenuhi
kebutuhan individu dan mengembangkan bakat anak. Pendidikan mengutamakan dua bahasa (Bahasa
Inggris/ malayu/ tamil/ mandarin), semangat inovasi dan kewiraswastaan.
Pemerintahan Negara maju tersebut
yakin bila pendidikan yang diemban oleh tiap individu itu baik maka akan
meningkatkan kesejahteraan penduduknya. Oleh sebab itu, mereka mengupayakan
meningkatkan pendidikan tidak hanya dari segi kurikulum saja namun juga tenaga
pendidiknya. Pemerintah menyediakan program beasiswa pendidikan master bagi
tenaga pendidiknya serta meningkatkan kesejahteraan hidup para pendidik.
Adapun kesamaan upaya guru di Negara
maju tersebut untuk mencapai rangking pendidikan dunia bagi peserta didiknya di
usia 15 tahun adalah di setiap Negara maju tersebut, setiap individu harus memiliki
qualifikasi tertentu untuk profesi guru. Di Finlandia, setiap yang berprofesi
guru harus minimal lulusan setaraf S-2.
Dan mereka berlomba-lomba untuk meraih gelar s-2 ini karena profesi guru
dipandang prestise dibanding profesi dokter ataupun profesi lainnya.
Di singapura, setiap guru harus
mengikuti 100 jam pelatihan tiap tahunnya. Dan bila masih belum memahami materi
pelatihan tersebut dan belum bisa mengaplikasikannya, maka orang tersebut harus
mengikuti pelatihan lagi dengan materi yang sama. Mereka yakin setiap ilmu yang
didapatnya, apapun materinya, akan
memberikan manfaat bagi diri ya sendiri, juga para peserta didiknya.
Inilah impian saya sebagai pengajar, memiliki jam mengajar yang tidak berlebihan,
sehingga para pendidik dan pengajar memiliki waktu untuk mengembangkan potensi
diri.
Pendidik yang kompeten di bidangnya
dilibatkan dalam membentuk kurikulum nasional sehingga mengena dengan kebutuhan
masyarakat Indonesia.
Masyarakat menghargai dan mendukung
profesi guru, bahwa guru sebagai ujung tombak kesejahteraan individu secara
khusus dan Negara juga bangsa secara global di masa depan.
Adanya kepercayaan masyarakat
terhadap sistem pendidikan yang diantarkan oleh para pendidik dimana, tujuan
dari setiap sistem pendidikan adalah untuk kemajuan bangsa.
Adanya fasilitas pendidikan
ketrampilan pengajar ahli yang diberikan secara gratis.
Adanya jaminan sosial dan finasial
bagi guru di masa mendatang, mengingat setiap jejak yang telah ditorehnya telah
membuahkan hasil di masa depan.
Dengan memperhatikan kesejahteraan
dan kualitas guru akan meningkatkan
kualitas pendidikan Negara dimana guru itu berada.
Semoga hal ini terealisasi, di An
Nahl Islamic School khususnya dan di Sekolah-sekolah Indonesia secara umumnya.
Amin yra.
Ditulis oleh: Shinta Dewi Wijiarti,
S.Psi
(Guru kelas 1 SD An Nahl Islamic
School, Gunung Putri-Bogor)
Gunung Putri, ruang kerja, 10 April
2017, PK. 15.11 wib
Sumber:
Komentar
Posting Komentar