Identitas Buku Judul: Aleph Penulis: Paulo Coelho Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama Tahun Terbit: 2013 Jumlah halaman: 302 halaman. Cerita Singkat Sudut pandang tokoh utama ada penulis sendiri. Di sini penulis menceritakan pengelamannya melakukan perjalanan sejauh 9.288 km, yakni perjalanan melaui jalur kereta api Trans-Siberia, dari Moscow menuju Vladivostok. Penulis melakukan perjalanan bersama orang-orang yang bekerja dengan dirinya penerbit dan editor. Selain itu, ia juga mengajak orang lain yang ia kenal baru saja saat memulia perjalanan tersebut. Sebetulnya perjalanan ini telah dilakukan penulis sebelumnya. Namun, ia melakukan lagi dengan misi untuk menemukan aleph, energi dari kerajaannya sendiri. Di sini penulis menceritakan tempat-tempat yang pernah ia kunjungi, orang-orang yang pernah ia temui dan kenali, hingga pengalaman-pengalaman baik pahit maupun menyenangkan yang ia alami. Hal ini semua ia lakukan untuk menemukan aleph. Keunggulan Novel Penulis benar-benar...
Mentari di Ujung Sana
“ Satu, dua, tiga, empat, lima,
enam, tujuh, delapan, siapa rajin ke sekolah, cari ilmu, sampai dapat. Sungguh senang, amat senang, bangun
pagi-pagi sungguh senang”
Senangnya mendengar si kecil bernyanyi riang setiap akan pergi ke sekolah.
Tidak terasa si kecil kini telah duduk di kelas TK A. Anak yang dulu sering tantrum bila ingin dibelikan setiap
mainan yang dilihatnya di mal.
Sambil menyeruput teh hijau
hangat di cangkirnya, setelah makan roti bakar oles madu dan tabur kismis sebagai
menu sarapannya, Rina tersenyum setiap mendengar anak gadis kecilnya bernyanyi
lagu Bangun Pagi-pagi setiap pagi
sambil bersiap-siap ke sekolah. “Hari ini mengantar Ayu ke sekolah, kemudian
memberikan tugas-tugas yang harus diberikan kepada gurunya. Lalu ke kantor,
buat memo untuk pak Anton, serta cek barang yang dikirim kemaren sudah sampai
atau belum. Terus, hm…nanti aku makan siang dimana ya?” pikir Rina menerawang
membuat daftar-daftar yang harus dikerjakannya hari ini sambil terus menikmati teh hijau kegemarannya untuk sarapan.
“Bun, ayo bun! Berangkat!” ujar Ayu yang telah siap dengan
seragam merah mudanya, rambut di kuncir dua dengan pita yang berwarna senada
dengan seragammnya, sepatu kets
kesukannya, dan membawa tas ransel kecil gambar Shaun the Sheep di punggungnya. “Ayo dong! Bunda lama sekali
sarapannya. Ayu dan bibi sudah siap nih,” ujar Ayu sambil bersungut-sungut
memaksa Bunda untuk segera menyelesaikan sarapannya. Bik Iyem tersenyum melihat
kelakukan Ayu yang sangat antusias sekali untuk pergi sekolah. “hmm… untung ada
bik Iyem. Kalau tidak, bisa keteteran nanti pekerjaan rumah dan pekerjaan
sekolah,” ungkap Rina dalam hati.
“Ya..baiklah. Kamu sudah
selesai minum susunya dan rotinya?”
“Sudah dari tadi Bun.”
“OK! Bener nih gak ada
lagi yang ketinggalan?”
“Gak, tuh sudah dibawa
semua sama bibi,” kata Ayu sambil menunjuk benda-benda yang sedang dipegang Bik
Iyem seraya berjalan kearah mobil.
Perjalanan dari rumah
hingga ke sekolah Ayu sebenarnya tidak
memerlukan waktu lama. Jaraknya tidak jauh dari komplek tempat tinggalnya.
Namun mengingat ini adalah jam sibuk, banyak orang yang keluar rumah pagi hari
untuk mengantar sekolah atau berangkat kerja sehingga baru keluar komplek saja
sudah antri karena macet. Kalau tidak ada Ayu mungkin sudah sibuk ikut serta
membunyikan klakson seperti pengendara mobil dan motor yang lainnya, pikir Rina sambil memandangi Ayu yang duduk di sampingnya sambil terus
mendendangkan lagu-lagu yang telang dipelajarinya di sekolah.
Ayu terus saja menyanyikan lagu-lagu yang baru
dipelajarinya di sekolah sepanjang perjalanan berangkat ke sekolah, tanpa
terasa sudah tiba di sekolah. “Bik Iyem, nanti jangan lupa kasih tahu gurunya,
ini pengalaman pertama Ayu berenang, jadi siap-siap aja kalau ada kejadian sama
Ayu, mudah-mudahan sih gak pa-pa. Terus kasih tahu juga kalau Ayu harus mandi
pake sabun khusus bayi yang cair, gak bisa pakai yang batangan. Bibi sudah bawa
kan sabunnya?” Rina menerangkan kepada Bi Iyem sambil mencari-cari tempat
parkir. “Jangan lupa soal makannya juga, harus dimakan.”
“Iya, bu” jawab bi Iyem dengan sabarnya. Bi Iyem sudah
mengurus Ayu semenjak Ayu lahir sehingga ia sudah mengenal seluk-beluk karakter
Ayu. Hanya saja mengingat usianya yang sudah mulai lanjut, bi Iyem harus
diingatkan untuk beberapa hal, termasuk penyakit
alergi yang dimiliki Ayu.
“Hore sudah sampai!” teriak Ayu. “Yuk bik, kita turun.
Bunda makasih ya. Assalamu’alaiku. Mmcuah…”
“Mmcuah, Wa’alaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh,
sekolah yang pinter ya” jawab Rina setelah menciumi pipi anaknya. Dipandanginya
Ayu berjalan ke arah gedung sekolahnya sambil kerepotan mengatur bawaannya
dengan bik Iyem. Haduh..anak itu sudah besar sekali rupanya, ungkap Rina dalam
hati, kemudian ia melajukan mobilnya ke arah
kantornya.
Setibanya di kantor….
“Rin, ini gimana? GVC belum terima barang kita…kemarin
sudah kamu kirim kan?” ungkap Fitri, teman sekaligus mitra kerja Rina, dengan
paniknya.
“Haduh…baru mendarat bu. Ada apa sih bu?” jawab Rina
dengan setengah terkejut. Suasana pagi yang menyenangkan sertamerta sirna
setelah mendengar suara Fitri yang nyaring menanyakan keberadaan barang produksi
kantornya.
“Iya nih..tadi aku juga baru sampe, eh! ditelepon sama pak Bob dari GVC, katanya barangnya belum sampe.”
“Gak kamu kasih tahu, barangnya baru kita kirim kemarin
jam 11.00, mungkin siang baru sampe”
“Oh gitu ya, habis biasanya dia bilang jam 6.00 sore
kemaren harusnya sudah sampe”
“Ya udah bilang aja, tunggu sampe jam 4.00 sore kalo belum
datang juga kabarin lagi ke kita supaya bisa kita urus.”
“Bu Rina, ini ada komplen dari bu Santi Gema, katanya
jumlahnya gak sesuai dengan yang diordernya. Dia mintanya 380, kita kirimnya
cuma 350”
“Astagfirullah al’azim, kok bisa? Coba cek daftar
pesanannya, trus kemaren siapa yang urus barangnya sebelum dikirim?”
“Bu Rina, pak Anton di line 2”
“Ataghfirullah al’azhim, lupa bikin memo lagi,” ungkap Rina dalam hati. Segera Rina masuk ke dalam ruang kerjanya
dan mengangkat teleponnya. “Bismilahhirahmannirrahim,” ungkapnya dalam hati
sebelum mengangkat telepon. Setelah mengucapkan salam kepada orang yang ada di
ujung telepon sana, Rina terdiam mendengarkan pembicaraan pak Anton, sambil
sesekali mengangguk kemudian membuat coretan-coretan pada kertas kecil.
Selang beberapa lama kemudian, diletakkannya telepon yang
sedang dipegangnya pada tempat semula, disenderkan badannya pada kursinya, kemudian menarik nafas panjang
berkali-kali sambil memandangi coretan-coretan di ketas yang dibuatnya tadi
ketika sedang menelepon. Dilihatnya jam dinding yang tergantung di ruang
kerjanya menunjukkan pukul 10.30 pagi, tapi
Rina merasa seperti sudah jam 4.30 sore hari. Langsung ditepiskannya pikiran
ingin melarikan diri. Ayo Rina, bangkitkan semangatmu! Rina berucap dalam hati
membangkitkan gairah semangat kerjanya kembali, teringat Ayu yang tadi juga
bersemangat pergi sekolah, begitu juga aku, begitu pikir Rina.
Ditariknya
kembali nafas dalam-dalam kemudian memohonkan dikembalikan semngatnya kepada
Allah SWT, “a’udzubillah himanshaitonirrojiim…a’udzubillah
himinasshaitonnirrojiiim…..a’udzubillah himinassyaitonnirrojiiim…..” Rina
menyebutkan kalimat tersebut berulang-ulang dalam hati hingga hatinya tenang.
Setelah Rina merasa siap, dia langsung menyebut dengan yakin, “Bismillah
hirrahman nirrahim” Kemudian ia segera bangkit dari kursinya dan beranjak ke
arah meja teman kerjanya yang sedari tadi sudah uring-uringan dengan tumpukan
kertas dan dering telepon.
Dilihatnya
wajah temannya dan berkata “Fit, banyak yang harus kita benahi dari orderan
yang kita kerjakan kemarin. Ini daftar orang-orang yang komplen dengan produk
pengiriman kita kemarin. Kamu cek daftar orderan orang-orang tersebut, saya
yang menghandle telepon. Bagaimana?”
Tanpa pikir panjang, Fitri langsung mengambil daftar yang dipegang Rina,
meninggalkan meja kerjanya dan beranjak ke bagian pengiriman. Rina pun segera
duduk di kursinya dan mulai menekan tombol telepon yang berkelap-kelip di mejanya, siap menerima kritik-kritik pedas
dari para konsumennya.
Badan
bagian belakang sudah terasa pegal, mata terasa perih karena terlalu lama
berhadapan dengan komputer, dan kepala
terasa berputar-putar. Tidak terasa sudah masuk waktu Ashar, sebentar lagi aku
akan ketemu dengan peri kecil ku di rumah, begitu ungkap Rina dalam hati, tak
sabar melihat wajah ceria putrinya. Sembari mengambil air wudhu, Rina selalu
mensyukuri nikmatnya karena Allah selalu ada untuk memberinya kekuatan untuk
mengatasi segala keadaan yang dihadapinya dan putrinya yang selalu senantiasa
menantinya dengan wajah bahagia, sehingga mentari tampak selalu bersinar cerah
bagi Rina, betapapun beratnya ujian dariMU, ya Allah.
Ditulis oleh,
Shinta Dewi Wijiarti,
Kota Wisata, ruang
kerja, Jumat, 1 Juni 2012, Pk. 07.06 wib
Komentar
Posting Komentar