Identitas Buku Judul: Aleph Penulis: Paulo Coelho Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama Tahun Terbit: 2013 Jumlah halaman: 302 halaman. Cerita Singkat Sudut pandang tokoh utama ada penulis sendiri. Di sini penulis menceritakan pengelamannya melakukan perjalanan sejauh 9.288 km, yakni perjalanan melaui jalur kereta api Trans-Siberia, dari Moscow menuju Vladivostok. Penulis melakukan perjalanan bersama orang-orang yang bekerja dengan dirinya penerbit dan editor. Selain itu, ia juga mengajak orang lain yang ia kenal baru saja saat memulia perjalanan tersebut. Sebetulnya perjalanan ini telah dilakukan penulis sebelumnya. Namun, ia melakukan lagi dengan misi untuk menemukan aleph, energi dari kerajaannya sendiri. Di sini penulis menceritakan tempat-tempat yang pernah ia kunjungi, orang-orang yang pernah ia temui dan kenali, hingga pengalaman-pengalaman baik pahit maupun menyenangkan yang ia alami. Hal ini semua ia lakukan untuk menemukan aleph. Keunggulan Novel Penulis benar-benar...
Kriuk... Kruek... Terdengar suara yang begitu bergemuruh dari dalam perut Ratih. Perut ini sudah sibuk melakukan konser sejak 30 menit yng lalu. Ratih ingin sekali pergi ke warung sate di depan gedung tempat ia bekerja. Namun saat itu hujan deras. Rasa lapar dan dingin menyelimuti tubuh Ratih. Ingin ia bersabar, menunggu sejenak kedatangan sang pria pujaan hatinya untuk menjemputnya dan makan bersama diiringi bunyi rintikan hujan. Terkesan romantis bukan?
Tapi tidak! Aku tak tahan menunggu, maafkan aku, kekasihku. Ratih langsung berjalan terburu-buru menuju warung sate Cak Holil, toh hujan sudah mereda. Tak dipedulikannya lagi cipratan lumpur yang mengenai roknya saat berjalan tadi. Setibanya di sana Ratih langsung memesan.
"Bu, pesan 15 tusuk sate ayam. Makan sini ya Bu. " Langsung Ratih duduk di salah satu kursi yang kosong setelah ibu tukang sate mengiyakan pesanannya. Warung kecil itu sedang tidak terlalu ramai. Hanya ada pasangan ibu dan anak yang tengah menyantap sate di depan Ratih, dan suami istri di seberangnya sedang menunggu pesanan juga sepertinya, sambil berbincang-bincang.
Ratih melihat ke kanan dan kiri sekitar meja makannya. Sayang sekali tidak ada kerupuk putih keriting kesukaannya. Ratih langsung memutuskan untuk membeli kerupuk di warung kelontong, hanya beberapa langkah dari warung sate Cak Holil. "Bu, saya ke sana sebentar ya. Saya titip barang-barang saya di sini dulu," pamit Ratih pada ibu penjual sate.
Sesampainya di warung kelontong, Ratih merasakan ada yang bergetar di saku bajunya. Ah... Sang kekasih hati menelepon. "Yang, aku bentar lagi nyampe nih," terdengar suara lembutnya di ujung sana.
"Ok. Tapi nanti tolong jemput aku di Cak Holil aja ya. Aku tadi dah kelaperan sangat. "
" Oh, kalo gitu, pesanin aku juga dong. 5 sate kambing, 5 sate ayam, 1 sop kambing, sama nasi ya. Bentar lagi aku nyampe kok. "
" Ok," jawab Ratih riang. Segera setelah Ratih mematikan telpon, membayar kerupuk di warung, ia segera berjalan kembali ke warung Cak Holil. Kali ini hujan telah berhenti. Ratih tak perlu lagi setengah berlari kembali ke warung sate.
Sesampainya di tempat penjual sate, Ratih menyampaikan pesanan sang pujaan hati. "Bu, sate saya dah jadi?"
"Iya, non. Tuh di situ. "
"Ok, tambah lagi ya. 5 sate ayam, 5 sate kambing, dan 1 sop kambing, pake nasi 1."
"Dibungkus, Non?“
"Tidak, makan di sini."
Seselesainya Ratih berkata demikian, mendadak ekspresi wajah ibu sate berubah. Ibu sate tertegun, memandang wajah Ratih dengan seksama untuk beberapa detik. Terlihat oleh Ratih ekspresi heran namun dibuat biasa, seperti tidak terjadi apa-apa oleh ibu sate.
Ratih langsung duduk di kursi dan menyantap sate pesanannya. Selang berapa lama kemudian, terdengar suara motor yang dikendarai oleh sang pujaan hati. Ratih melirik ke arah suara tersebut. Ternyata memang si dia, tengah memarkirkan motornya di salah satu sisi warung.
"Assalamualaikum!" sapanya pada bapak penjual sate yang sedang mengipasi sate pesanan para konsumen.
"Wa'alaikumussalam," jawabnya. "Oh... Pantes ada ibu. Ternyata bapak nyusul toh, " katanya setengah tertawa.
Suami Ratih langsung duduk di sebelah Ratih. "Kenapa mereka tampak kayak terkejut gitu?" tanyanya sambil berbisik.
"Hihihi... Aku memang gak bilang ke mereka pesanan yang terakhir untuk ayah. Pas aku pesan dan untuk makan di sini juga sepertinya mereka heran, nih si ibu beneran atau dah jadi sundel bolong? Nah, pas ayah datang, mereka jadi lega deh. Terjawab sudah misteri besarnya," jelas Ratih sambil tertawa cekikikan berusaha agar tak terdengar penjual sate.
Day26
#TantanganODOPkeempat
#Onedayonepost
#ODOPbatch5
Tapi tidak! Aku tak tahan menunggu, maafkan aku, kekasihku. Ratih langsung berjalan terburu-buru menuju warung sate Cak Holil, toh hujan sudah mereda. Tak dipedulikannya lagi cipratan lumpur yang mengenai roknya saat berjalan tadi. Setibanya di sana Ratih langsung memesan.
"Bu, pesan 15 tusuk sate ayam. Makan sini ya Bu. " Langsung Ratih duduk di salah satu kursi yang kosong setelah ibu tukang sate mengiyakan pesanannya. Warung kecil itu sedang tidak terlalu ramai. Hanya ada pasangan ibu dan anak yang tengah menyantap sate di depan Ratih, dan suami istri di seberangnya sedang menunggu pesanan juga sepertinya, sambil berbincang-bincang.
Ratih melihat ke kanan dan kiri sekitar meja makannya. Sayang sekali tidak ada kerupuk putih keriting kesukaannya. Ratih langsung memutuskan untuk membeli kerupuk di warung kelontong, hanya beberapa langkah dari warung sate Cak Holil. "Bu, saya ke sana sebentar ya. Saya titip barang-barang saya di sini dulu," pamit Ratih pada ibu penjual sate.
Sesampainya di warung kelontong, Ratih merasakan ada yang bergetar di saku bajunya. Ah... Sang kekasih hati menelepon. "Yang, aku bentar lagi nyampe nih," terdengar suara lembutnya di ujung sana.
"Ok. Tapi nanti tolong jemput aku di Cak Holil aja ya. Aku tadi dah kelaperan sangat. "
" Oh, kalo gitu, pesanin aku juga dong. 5 sate kambing, 5 sate ayam, 1 sop kambing, sama nasi ya. Bentar lagi aku nyampe kok. "
" Ok," jawab Ratih riang. Segera setelah Ratih mematikan telpon, membayar kerupuk di warung, ia segera berjalan kembali ke warung Cak Holil. Kali ini hujan telah berhenti. Ratih tak perlu lagi setengah berlari kembali ke warung sate.
Sesampainya di tempat penjual sate, Ratih menyampaikan pesanan sang pujaan hati. "Bu, sate saya dah jadi?"
"Iya, non. Tuh di situ. "
"Ok, tambah lagi ya. 5 sate ayam, 5 sate kambing, dan 1 sop kambing, pake nasi 1."
"Dibungkus, Non?“
"Tidak, makan di sini."
Seselesainya Ratih berkata demikian, mendadak ekspresi wajah ibu sate berubah. Ibu sate tertegun, memandang wajah Ratih dengan seksama untuk beberapa detik. Terlihat oleh Ratih ekspresi heran namun dibuat biasa, seperti tidak terjadi apa-apa oleh ibu sate.
Ratih langsung duduk di kursi dan menyantap sate pesanannya. Selang berapa lama kemudian, terdengar suara motor yang dikendarai oleh sang pujaan hati. Ratih melirik ke arah suara tersebut. Ternyata memang si dia, tengah memarkirkan motornya di salah satu sisi warung.
"Assalamualaikum!" sapanya pada bapak penjual sate yang sedang mengipasi sate pesanan para konsumen.
"Wa'alaikumussalam," jawabnya. "Oh... Pantes ada ibu. Ternyata bapak nyusul toh, " katanya setengah tertawa.
Suami Ratih langsung duduk di sebelah Ratih. "Kenapa mereka tampak kayak terkejut gitu?" tanyanya sambil berbisik.
"Hihihi... Aku memang gak bilang ke mereka pesanan yang terakhir untuk ayah. Pas aku pesan dan untuk makan di sini juga sepertinya mereka heran, nih si ibu beneran atau dah jadi sundel bolong? Nah, pas ayah datang, mereka jadi lega deh. Terjawab sudah misteri besarnya," jelas Ratih sambil tertawa cekikikan berusaha agar tak terdengar penjual sate.
Day26
#TantanganODOPkeempat
#Onedayonepost
#ODOPbatch5
Komentar
Posting Komentar